MASIGNASUKAv102
6510051498749449419

Melihat Fenomena Pengibaran Bendera One Piece dari Kacamata Aktivis, Aksi Nyeleneh sebagai Cermin Kegelisahan Negeri

Melihat Fenomena Pengibaran Bendera One Piece dari Kacamata Aktivis, Aksi Nyeleneh sebagai Cermin Kegelisahan Negeri
Add Comments
Minggu, 03 Agustus 2025


(image : www.suara.com)

Di tengah riuh rendah berita politik yang stagnan, kita tiba-tiba dikejutkan oleh gelombang pengibaran bendera Bajak Laut Topi Jerami. Ini mungkin terdengar konyol. Namun, jika sesekali kita perhatikan Ini bukan sekadar ulah anak-anak yang baru menganal sebuah serial anime. Ini adalah simbol perlawanan senyap, sebuah deklarasi dari gerakan akar rumput yang memilih jalan lain untuk bersuara.

Bagi sebagian orang, hal mungkin hanya menjadi euforia sesaat. Namun, sebagai aktivis, saya melihatnya sebagai manifestasi dari kebuntuan sosial. Bendera Topi Jerami, dengan tengkorak yang tersenyum, bukan hanya simbol fiksi. Ia adalah personifikasi harapan yang mendalam, mewakili kaum yang muak dengan retorika kosong dan janji-janji yang tak pernah terwujud.

Luffy dan kawan-kawan berjuang melawan tirani. Mereka adalah antitesis dari sistem yang korup, birokrasi yang lamban, dan kebijakan yang seringkali tidak berpihak pada rakyat. Bendera mereka seolah menjadi tamparan keras bagi para pemegang kekuasaan, sebuah peringatan bahwa rakyat, terutama kaum muda, sudah cukup dewasa untuk melihat buih demokrasi yang rapuh.

Pengibaran ini bukan sekadar protes biasa. Ini adalah disrupsi kultural yang memanfaatkan budaya populer sebagai medium kritik sosial dengan efektif. Aksi ini menunjukkan bahwa ketika kanal-kanal komunikasi konvensional tumpul, rakyat akan menciptakan narasi perlawanan mereka sendiri, sekreatif dan "nyeleneh" mungkin.

Jadi, biarkan bendera itu berkibar. Biarkan ia menjadi pengingat bahwa perlawanan tidak selalu hadir dalam bentuk demonstrasi. Kadang, ia muncul dari simbol paling tak terduga, menghunus kebenaran dengan cara yang paling santai tapi tetap menampar keras realitas.

Penulis : Fikri Haikal Aryansyach