Saat ini, banyak orang menggunakan AI untuk membuat konten yang tidak sopan, seperti mengedit foto idolanya atau lawan jenis dalam posisi mesra, yang bisa menyebabkan dosa mata, pikiran buruk, atau fitnah. Hal ini bertentangan dengan ajaran Islam yang memerintahkan umatnya untuk menjaga pandangan, kehormatan, dan kemuliaan sesama manusia. Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
“Katakanlah kepada orang-orang yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya dan menjaga kemaluannya; yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat,’” (QS. An-Nur: 30).
Sebagai umat Islam, kita harus mampu mengendalikan hawa nafsu. Mengendalikan diri adalah kunci agar manusia tidak tergoda oleh teknologi. Seperti para ahli ibadah yang latihan sabar dan ikhlas, kita juga harus berlatih bijak dalam menggunakan kecanggihan AI. Di era digital, artinya mampu menahan diri dari hal-hal yang sia-sia dan merugikan, serta mengarahkan teknologi untuk memberi manfaat. Sebenarnya, AI hanyalah alat. Baik atau buruknya tergantung pada cara manusia menggunakan alat itu. Maka, setiap Muslim harus ingat bahwa segala perbuatan akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Nabi Muhammad ﷺ pernah bersabda:
“Tidak akan bergeser kedua kaki seorang hamba pada hari kiamat hingga ia ditanya tentang empat perkara: tentang umurnya untuk apa dihabiskan, tentang ilmunya untuk apa diamalkan, tentang hartanya dari mana diperoleh dan untuk apa dibelanjakan, serta tentang tubuhnya untuk apa digunakan,” (HR. Tirmidzi).
Oleh karena itu, marilah kita gunakan AI sebagai sarana dakwah, ilmu, dan kebaikan. Misalnya untuk menulis karya bermanfaat, mengolah data untuk riset, atau menciptakan solusi bagi umat. Inilah bentuk penantang hawa nafsu yang ingin menggunakan teknologi untuk maksiat, dan menggantinya dengan semangat menebar manfaat.
Dengan begitu, kita bukan hanya pengguna teknologi, tapi juga hamba Allah yang sadar bahwa kemajuan dunia tidak boleh mengalahkan kebersihan hati. Karena sesungguhnya kejayaan sejati bukanlah menguasai mesin, melainkan menguasai diri sendiri.
Penulis : Fatma Ayu Hidayatul Chasanah
comment 0 Comments
more_vert