Sebagai seorang muslim kita harus memahami dan meyakini bahwa kehidupan dunia ini tidak kekal, dunia bukanlah tempat mencapai kebahagiaan yang sebenarnya serta tujuan utama untuk mencapai cita-cita. Jika ada seorang mukmin yang tujuan hidupnya adalah dunia berarti meraka telah tertipu. Dalam Q.S. Lukman ayat 33 Allah sudah memperingatkan agar kita tidak tertipu dengan kehidupan dunia. Tidak semua manusia dalam perjalanan hidupnya di dunia ini mengalami jalan yang lurus sehingga mereka mudah mendapatkan apa yang di inginkan.
Di antara kita ada yang dengan mudah mendapatkan apa yang diinginkan, tidak jarang juga diantara kita harus menghadapi rintangan dan cobaan bahkan gagal walaupun sudah mengerahkan semua tenaga dan menempuh segala cara untuk mencapai yang diinginkannya. Demikianlah Allah membuat sunnahnya bagi manusia dalam kehidupan dunia ini, ada yang kaya, ada yang miskin, ada yang dengan mudah meraih pangkat dan jabatan ada yang sulit sehingga menjadi rakyat biasa.
Dalam kajian islam, dibalik adanya cobaan, musibah, bencana dan lain lainnya, sesungguhnya didalamnya terdapat hikmah-hikmah dan pelajaran yang berharga untuk dipetik dan dijadikan pedoman dalam kehidupan ini. Seperti ujian, cobaan, musibah, bencana, dan lain-lain yang ditimpahkan kepada umat manusia bertujuan untuk mengukur sejauhmana keteguhan dan kekuatan iman dan aqidahnya serta kesabaran dalam menerima ujian.
Hal ini dapat kita lihat dan rasakan sebagaimana ujian yang ditimpahkan kepada Nabi Ayyub, bermula dari kehidupan yang melimpah kemudian ludes, anak-anaknya meninggal, hingga penyakit yang tidak kunjung sembuh sehingga isteri-isterinya menjauhinya, semua ini dihadapi Nabi Ayyub dengan sabar sehingga pada akhirnya Allah memberikan kesembuhan penyakitnya dan kembali hidup bahagia dengan isterinya sesuai dalam Q.S Al-anbiya’ ayat 83-84.
Bagi seorang mukmin ujian, cobaan, musibah, dan bencana yang menimpanya terkadang berfungsi untuk menghapus dosa-dosanya, hal ini sebagaimana dinyatakan dalam sabda Nabi: “Tidak ada suatu kepayahan, kesulitan, kesedihan, kesusahan, dan bahaya yang menimpa seorang muslim hingga duri yang menusuknya, kecuali yang demikian itu agar Allah menutupi kesalahan-kesalahannya”
Penulis : Fiki Nafisatunnajah
comment 0 Comments
more_vert