Dokumentasi: Ciburial.desa.id
“ Siapa yang diberdayakan Masyarakat atau Mahasiwa? “ Pertanyaan ini sering terucap pada ruang-ruang dialektika kampus. Mahasiswa mempunyai sisi peran penting dalam mengemban amanat salah satu dari Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu pengabdian kepada masyarakat. Apapun bentuk perannya, mahasiswa adalah perancang gerakan sosial, kreativitas dan sebagai pemimpin di tengah masyarakat.
Mahasiswa
adalah kaum intelektual muda yang dijuluki sebagai penyambung lidah rakyat. Dari itu maka
mahasiswa tidak akan terlepas dan terpisahkan dari derita-derita masyarakat.
Ruang-ruang publik sudah berkoar mahasiswa adalah agent of change, iron stock, dan moral
force. Karena itulah mahasiswa tidak hanya
berkewajiban menuntut ilmu, mengejar nilai, IPK tinggi, dan hanya duduk tenang
di bangku perkuliahan.
Sebagai agent
of change mahasiswa mempunyai peran penting dalam membawa suatu perubahan
dalam perkembangan, kemajuan dan mempunyai nilai manfaat pada suatu lingkungan
masyarakat. Untuk membuat sebuah perubahan di tengah masyarakat yang memiliki pola
pemikiran yang berbeda-beda memanglah tidaklah mudah. Untuk menciptakan sebuah
visi atau tujuan dalam masyarakat harus mampu menyamakan beberapa perspektif untuk mencapai kemajuan bersama. Melatih mental
dan mengasah karakter
kepemimpinan sangatlah penting
bagi mahasiswa, karena nasib bangsa kedepannya tergantung
pemudanya sekarang. Jika sekarang kaum muda itu lebih identik kepada kaum muda
intelektual, memiliki pengalaman dan wawasan luas, serta menjadi sektor gerakan
sosial, maka mahasiswa adalah kaum muda yang paling tepat sebagai harapan
bangsa ini.
Jika
mahasiswa adalah suatu produk yang diciptakan untuk membawa perubahan dalam
masyarakat, maka kampus sebagai laboratorium pengembangan dan pembelajaran
kehidupan di tengah masyarakat nantinya. Karena itulah sebuah perguruan tinggi membentuk program Kuliah
Kerja Nyata (KKN) sebagai bagian aktivitas pendidikan sekaligus pengabdian
kepada masyarkat. Tetapi yang menjadi keresahan saat ini ialah siapa yang benar-benar
memperdayakan. Masyarakat? apa justru mahasiswa tersendiri? Seringkali
KKN hanya dianggap sebagai penggugur kewajiban bagi mayoritas mahasiswa yang
ingin cepat lulus atau hanya ajang pencari pendamping hidup. Seolah program
kerja yang dijalankan saat KKN mempunyai jargon “asal masyarakat senang.”
Hal
seperti ini sering terjadi, akibatnya program kerja yang belum matang,
pengalaman dalam mengelola dan mengorganisir kehidupan bermasyarakat belum ada, akhirnya program kerja KKN akan menjadi hal yang formalitas
belaka. Mereka yang belum mengetahui betul secara menyeluruh kehidupan
masyarakat, perekonomiannya, kehidupan sosialnya akan mengalir mengikuti
program-program kerja desa yang sudah ada. Dalam hal ini menyadarkan bagi
mahasiswa, suatu riset atau penelitian terlebih dahulu dari seluk-beluk desa
yang akan ditepati sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat oleh mahasiswa
sangatlah penting. Untuk merancang program kerja yang lebih
matang, bahkan akan menjadi suatu program inovasi baru dalam masyarakat
tersebut dan menjadi program kerja desa yang berkelanjutan.
Jika hanya melaksanakan program
kerja sebagai formalitas atau eksistensi belaka, maka bukan mahasiswa yang akan
memperdayakan masyarakat agar lebih maju bagi suatu desa, tapi masyarakatlah
yang akan memperdayakan mahasiswa. Mereka akan menjadi alat pembantu atau
penambah tenaga kerja bagi orang-orang desa. Jika boleh saya berpendapat,
kemungkinan itu sudah lumrah dan sudah menjadi kewajaran, ketika suatu
pengabdian itu belum jelas arah visi dan tujuannya. Goal dan output
yang akan diberikan kedapa masyarakat hanya sekedar ikut meramaikan desa,
ibu-ibu PKK, perkumpulan bapak-bapak RT, dan hanya sekedar nimbrung gotong
royong saja.
Maka dari itu mahasiswa harus bisa
menepatkan diri dan mempersiapkan diri ketika ingin terjun dalam kehidupan
keseharian masyarakat. Semua harus mempunyai karakter seorang pemimpin dan siap
ditunjuk untuk memberikan suatu arahan. Karena itulah pola kehidupan mengikuti
organisasi kampus, aktif dalam organisasi intra maupun ekstra sangatlah
mempengaruhi proses kreativitas mahasiswa. Mereka yang sudah bergelut di
organisasi kampus akan mempunyai pola pandang yang berbeda dengan mahasiswa
yang tidak pernah ikut organisasi sama sekali. Perbedaan dalam segi komunikasi,
kepemimpinan, kemasyarakatan serta jaringan akan dapat dirasakan ketika
mahasiwa dihadapkan secara langsung kepada masyarakat.
Bagi kalian para mahasiswa yang
masih mempunyai kesempatan belajar dan mencari pengalaman dalam organisasi,
maka tekunilah! baik organisasi itu melatih karakter, skill, ataupun finasial.
Carilah organisasi yang mampu mengembangkan kemampuan diri, karena masyarakat
butuh bukti bukan hanya pintar komunikasi.
comment 0 Comments
more_vert