MASIGNASUKAv102
6510051498749449419

Pemberdayaan untuk siapa ? mahasiswa atau masyarakat ?

Pemberdayaan  untuk siapa ? mahasiswa atau masyarakat ?
Add Comments
Sabtu, 17 Juli 2021

 





Dokumentasi: Ciburial.desa.id


“ Siapa yang diberdayakan Masyarakat atau Mahasiwa? “ Pertanyaan ini sering terucap pada ruang-ruang dialektika kampus. Mahasiswa mempunyai sisi peran penting dalam mengemban amanat salah satu dari Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu pengabdian kepada masyarakat. Apapun bentuk perannya, mahasiswa adalah perancang gerakan sosial, kreativitas dan sebagai pemimpin di tengah masyarakat.

            Mahasiswa adalah kaum intelektual muda yang dijuluki sebagai penyambung lidah rakyat. Dari itu maka mahasiswa tidak akan terlepas dan terpisahkan dari derita-derita masyarakat. Ruang-ruang publik sudah berkoar mahasiswa adalah agent of change, iron stock, dan moral force. Karena itulah mahasiswa tidak hanya berkewajiban menuntut ilmu, mengejar nilai, IPK tinggi, dan hanya duduk tenang di bangku perkuliahan.

            Sebagai agent of change mahasiswa mempunyai peran penting dalam membawa suatu perubahan dalam perkembangan, kemajuan dan mempunyai nilai manfaat pada suatu lingkungan masyarakat. Untuk membuat sebuah perubahan di tengah masyarakat yang memiliki pola pemikiran yang berbeda-beda memanglah tidaklah mudah. Untuk menciptakan sebuah visi atau tujuan dalam masyarakat harus mampu menyamakan beberapa perspektif untuk mencapai kemajuan bersama. Melatih mental dan mengasah karakter kepemimpinan sangatlah penting bagi mahasiswa, karena nasib bangsa kedepannya tergantung pemudanya sekarang. Jika sekarang kaum muda itu lebih identik kepada kaum muda intelektual, memiliki pengalaman dan wawasan luas, serta menjadi sektor gerakan sosial, maka mahasiswa adalah kaum muda yang paling tepat sebagai harapan bangsa ini.

            Jika mahasiswa adalah suatu produk yang diciptakan untuk membawa perubahan dalam masyarakat, maka kampus sebagai laboratorium pengembangan dan pembelajaran kehidupan di tengah masyarakat nantinya. Karena itulah sebuah perguruan tinggi membentuk program Kuliah Kerja Nyata (KKN) sebagai bagian aktivitas pendidikan sekaligus pengabdian kepada masyarkat. Tetapi yang menjadi keresahan saat ini ialah siapa yang benar-benar memperdayakan.  Masyarakat? apa justru mahasiswa tersendiri? Seringkali KKN hanya dianggap sebagai penggugur kewajiban bagi mayoritas mahasiswa yang ingin cepat lulus atau hanya ajang pencari pendamping hidup. Seolah program kerja yang dijalankan saat KKN mempunyai jargon “asal masyarakat senang.”

            Hal seperti ini sering terjadi, akibatnya program kerja yang belum matang, pengalaman dalam mengelola dan mengorganisir kehidupan bermasyarakat belum ada, akhirnya program kerja KKN akan menjadi hal yang formalitas belaka. Mereka yang belum mengetahui betul secara menyeluruh kehidupan masyarakat, perekonomiannya, kehidupan sosialnya akan mengalir mengikuti program-program kerja desa yang sudah ada. Dalam hal ini menyadarkan bagi mahasiswa, suatu riset atau penelitian terlebih dahulu dari seluk-beluk desa yang akan ditepati sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat oleh mahasiswa sangatlah penting. Untuk merancang program kerja yang lebih matang, bahkan akan menjadi suatu program inovasi baru dalam masyarakat tersebut dan menjadi program kerja desa yang berkelanjutan.

            Jika hanya melaksanakan program kerja sebagai formalitas atau eksistensi belaka, maka bukan mahasiswa yang akan memperdayakan masyarakat agar lebih maju bagi suatu desa, tapi masyarakatlah yang akan memperdayakan mahasiswa. Mereka akan menjadi alat pembantu atau penambah tenaga kerja bagi orang-orang desa. Jika boleh saya berpendapat, kemungkinan itu sudah lumrah dan sudah menjadi kewajaran, ketika suatu pengabdian itu belum jelas arah visi dan tujuannya. Goal dan output yang akan diberikan kedapa masyarakat hanya sekedar ikut meramaikan desa, ibu-ibu PKK, perkumpulan bapak-bapak RT, dan hanya sekedar nimbrung gotong royong saja.

            Maka dari itu mahasiswa harus bisa menepatkan diri dan mempersiapkan diri ketika ingin terjun dalam kehidupan keseharian masyarakat. Semua harus mempunyai karakter seorang pemimpin dan siap ditunjuk untuk memberikan suatu arahan. Karena itulah pola kehidupan mengikuti organisasi kampus, aktif dalam organisasi intra maupun ekstra sangatlah mempengaruhi proses kreativitas mahasiswa. Mereka yang sudah bergelut di organisasi kampus akan mempunyai pola pandang yang berbeda dengan mahasiswa yang tidak pernah ikut organisasi sama sekali. Perbedaan dalam segi komunikasi, kepemimpinan, kemasyarakatan serta jaringan akan dapat dirasakan ketika mahasiwa dihadapkan secara langsung kepada masyarakat.

            Bagi kalian para mahasiswa yang masih mempunyai kesempatan belajar dan mencari pengalaman dalam organisasi, maka tekunilah! baik organisasi itu melatih karakter, skill, ataupun finasial. Carilah organisasi yang mampu mengembangkan kemampuan diri, karena masyarakat butuh bukti bukan hanya pintar komunikasi.

 

Penulis: Ahmad Syafi'i