MASIGNASUKAv102
6510051498749449419

Politisasi Agama dan Konflik Horizontal

Politisasi Agama dan Konflik Horizontal
Add Comments
Rabu, 07 Juli 2021

 



Dokumen: psikindonesia.org


Di tengah kehidupan masyarakat yang sangat multikultural seperti Indonesia ini, Masih muncul dan terus melahirkan sebuah problematika dikotomi keagamaan yang menjadi sumber konflik dalam kehidupan masyarakat. Seakan pembenaran akan identitas kelompok masih menjadi legitimasi dan doktrin yang tidak pernah redup. Agama dibenturkan dengan politik dan dijadikan alat legitimasi, Munculnya konflik sendiri memang dipicu dari adanya perbedaan yang terdapat diantara dua pihak. Namun, faktor pemicu yang paling mempengaruhi adalah praktik politisasi agama dan sempitnya pemahaman universalitas keragaman. Politisasi agama adalah politik manipulasi mengenai pemahaman dan pengetahuan keagamaan/kepercayaan dengan menggunakan cara propaganda dan indoktrinasi. Sedangkan  konflik horizontal sendiri memiliki arti sebagai konflik yang terjadi antara individu ataupun kelompok yang mempunyai status sosial sama. Sistem politisasi agama tersebut tentu melahirkan potensi konflik horizontal yang mengancam kondusifitas kehidupan bermasyarakat serta mendegradasi substansial suci dari agama.

Politisasi agama juga akan memunculkan sebuah politik identitas yang menonjolkan isu berkaitan dengan suku, agama, ras, dan antar golongan yang kemudian menjalar sampai mengakibatkan konflik horizontal berkelanjutan. Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang kaya akan budaya, suku, dan agama. Kekayaan tersebut dibuktikan dengan kepemilikian lebih dari 300 suku bangsa dan terdapat lebih dari 200 bahasa daerah. Selain itu Negara kepulauan ini mengakui 6 agama resmi antara lain Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Khonghucu. Dari keberagaman dan kekayaan tersebut, Indonesia memiliki julukan nama sebagai salah satu negara pluralisme dengan berbagai macam agama, budaya, dan bahasa yang disatukan dengan semboyan bernama “Bhineka Tunggal Ika” atau memiliki makna berbeda-beda tapi tetapi satu.

Namun, Kekayaan keberagaman tersebut juga dapat berpotensi terjadinya konflik horizontal kelompok. Hal tersebut bisa terjadi tak lain dan tak bukan karena adanya latar belakang serta sudut pandang berbeda dikarenakan dampak dari praktik politisasi agama, tak heran adanya ketegangan akan dikotomi keagamaan kerap kali muncul dikarenakan dampak dari politisasi agama. Indonesia sendiri memiliki banyak sebuah catatan historis sebuah peristiwa konflik horizontal berbasis agama. Seperti konflik di Poso, Sulawesi Tengah tahun 1998. Saat itu, tak sedikit masjid dan gereja dibakar. Puncaknya, pada tahun 2000 hingga 2001 konflik agama sudah mengerucut menjadi perang saudara. Tak jauh berbeda dengan konflik Poso, Konflik Ambon pun memliki kasus yang kurang lebih sama. Konflik Ambon sendiri terjadi pada tahun 1999 hingga 2002. Politisasi agama yang menyebabkan konflik horizontal menjadi faktor kerentanan semakin banyak dan kompleks, dan jika dianalisa, lebih banyak disebabkan oleh elite pemerintahan dan para pemuka agama serta tokoh masyarakat, namun para elite ini tidak pernah mengakui kesalahannya, mereka cenderung mempersalahkan oknum masyarakat.

Upaya  untuk  membangun  pemahaman  dan  kesadaran kritis akan isu politik identitas dan politisasi agama yang seringkali menjadi faktor pemicu timbulnya konflik horizontal yang diakibatkan oleh gesekan kepentingan baik internal maupun antar pemeluk agama. Sebuah rencana besar mereka yang ingin menghasilkan sebuah keuntungan secara materi dan politik dari agama akan membawa dampak negatif secara signifikan. Agama  yang  di  dalamnya  mengajarkan  hidup  damai  dan  saling  menghormati  akan  terjebak  dalam tafsir  tunggal melalui  fatwa-fatwa dan hegemoni keagamaan.  Padahal,  agama  menyediakan  ruang  tafsir  yang  sangat  fleksibel  dengan  syarat  setiap  tafsir  mampu membawa kemaslahatan bersama.

 

 

 

         Penulis    : Rifqi Muhibbudin Al Muwafiq