(Sumber: Pinterest)
Kata resolusi
menjadi salah satu kata yang terdengar klise saat tahun hampir berganti. Berbagai
pengharapan, keinginan, dan komitmen dimuntahkan dimana-mana untuk menyambut
tahun yang akan tiba. Harapan dipanjatkan dengan maksud menumbuhkan asa dan
gairah baru, tapi adakalanya harapan hanya jadi impian yang jauh di atas langit
yang tiba-tiba kapan saja bisa runtuh dan menjatuhkan muatan muatan berat yang
dapat menimpa pribadi seseorang. Kontrol diri menjadi kontemplasi untuk bisa mempersiapkan
langkah yang agaknya bisa lebih rasional.
Salah satu
aliran filsafat Yunani Kuno yang dikenal dengan nama stoicisme atau stoik nampaknya bisa menjadi alat berpikir untuk menciptakan kontrol diri. Stoik
adalah ajaran mengenai cara mengontrol emosi negatif dan melipat gandakan rasa
syukur serta kebahagiaan. Stoik berfokus pada cara berpikir rasional dan cara
menanggapi segala sesuatu dengan rasional.
Dalam
stoik ada 2 hal yang menjadi pembahasan utama, yaitu mengenai hal-hal yang didalam
kendali (dimensi internal) dan hal-hal yang di luar kendali (dimensi eksternal). Dimensi
internal yaitu hal hal yang bisa kita kendalikan melalui pikiran seperti
tindakan, pola pikir dan tanggapan kita terhadap orang lain. Sementara dimensi
eksternal yaitu hal-hal yang tidak bisa kita kontrol seperti pendapat orang
lain, perspektif orang lain, dan apa yang orang lain nilai terhadap diri kita
Manusia
pada umumnya menaruh faktor kepuasan dan kebahagiaan di dimensi eksternal. Ditambah
lagi, dewasa kini, arus informasi begitu deras sehingga banyak distraksi yang
datang dan sering kali sesama manusia terjebak dalam lomba lari yang tidak
diinginkan, seperti halnya beradu pencapaian dan saling berlagak menonjolkan
pembuktian. Membuat resolusi nampaknya agak sia-sia jika hanya mengikuti
standar orang lain saja.
Selain hanya
melangitkan pengharapan, nampaknya, juga harus berpikir tentang kemungkinan-kemungkinan
buruk yang akan terjadi jika melakukan sesuatu hal. Stoik dengan jelas
memberikan alasan bahwa jika berpikir kemungkinan-kemungkinan buruk, maka kita akan
lebih siap dan menerima jika kemungkinan buruk itu terjadi. Tentunya rasa cemas
dan kecewa tidak akan mengganggu kita.
Ajaran
dalam stoik jika dikaitkan dengan ajaran agama Islam juga tidak akan
menimbulkan pertentangan, karena di Islam juga mengajarkan tentang tawakal,
takdir muallaq, dan takdir mubram.
Pada
intinya cara berpikir stoik bisa menjadi alat dalam membantu menyusun resolusi
yang akan ditetapkan, sekaligus menjadi obat supaya tidak terganggu dengan
pencapaian orang lain dan tidak berambisi untuk menunjukkan pembuktian kepada
orang lain, karena hal tersebut di luar kontrol.
Pada
akhirnya kita hanya bisa mengupayakan hal-hal yang bisa kita kontrol saja,
seperti perkataan Sayyidina Ali bin Abi Thalib:
“Apabila
sesuatu yang kau senangi tidak terjadi, maka senangilah apa yang terjadi”
Selalu
lakukan yang terbaik dan bersiap untuk yang terburuk.
Penulis: Taufiqqurohman
comment 0 Comments
more_vert