MASIGNASUKAv102
6510051498749449419

RESOLUSI & KONTROL DIRI

RESOLUSI & KONTROL DIRI
Add Comments
Rabu, 01 Januari 2025

 

(Sumber: Pinterest)



Kata resolusi menjadi salah satu kata yang terdengar klise saat tahun hampir berganti. Berbagai pengharapan, keinginan, dan komitmen dimuntahkan dimana-mana untuk menyambut tahun yang akan tiba. Harapan dipanjatkan dengan maksud menumbuhkan asa dan gairah baru, tapi adakalanya harapan hanya jadi impian yang jauh di atas langit yang tiba-tiba kapan saja bisa runtuh dan menjatuhkan muatan muatan berat yang dapat menimpa pribadi seseorang. Kontrol diri menjadi kontemplasi untuk bisa mempersiapkan langkah yang agaknya bisa lebih rasional.

Salah satu aliran filsafat Yunani Kuno yang dikenal dengan nama stoicisme atau stoik nampaknya bisa menjadi alat berpikir untuk menciptakan kontrol diri. Stoik adalah ajaran mengenai cara mengontrol emosi negatif dan melipat gandakan rasa syukur serta kebahagiaan. Stoik berfokus pada cara berpikir rasional dan cara menanggapi segala sesuatu dengan rasional.

Dalam stoik ada 2 hal yang menjadi pembahasan utama, yaitu mengenai hal-hal yang didalam kendali (dimensi internal) dan hal-hal yang di luar kendali (dimensi eksternal). Dimensi internal yaitu hal hal yang bisa kita kendalikan melalui pikiran seperti tindakan, pola pikir dan tanggapan kita terhadap orang lain. Sementara dimensi eksternal yaitu hal-hal yang tidak bisa kita kontrol seperti pendapat orang lain, perspektif orang lain, dan apa yang orang lain nilai terhadap diri kita

Manusia pada umumnya menaruh faktor kepuasan dan kebahagiaan di dimensi eksternal. Ditambah lagi, dewasa kini, arus informasi begitu deras sehingga banyak distraksi yang datang dan sering kali sesama manusia terjebak dalam lomba lari yang tidak diinginkan, seperti halnya beradu pencapaian dan saling berlagak menonjolkan pembuktian. Membuat resolusi nampaknya agak sia-sia jika hanya mengikuti standar orang lain saja.

Selain hanya melangitkan pengharapan, nampaknya, juga harus berpikir tentang kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan terjadi jika melakukan sesuatu hal. Stoik dengan jelas memberikan alasan bahwa jika berpikir kemungkinan-kemungkinan buruk, maka kita akan lebih siap dan menerima jika kemungkinan buruk itu terjadi. Tentunya rasa cemas dan kecewa tidak akan mengganggu kita.

Ajaran dalam stoik jika dikaitkan dengan ajaran agama Islam juga tidak akan menimbulkan pertentangan, karena di Islam juga mengajarkan tentang tawakal, takdir muallaq, dan takdir mubram.

Pada intinya cara berpikir stoik bisa menjadi alat dalam membantu menyusun resolusi yang akan ditetapkan, sekaligus menjadi obat supaya tidak terganggu dengan pencapaian orang lain dan tidak berambisi untuk menunjukkan pembuktian kepada orang lain, karena hal tersebut di luar kontrol.

Pada akhirnya kita hanya bisa mengupayakan hal-hal yang bisa kita kontrol saja, seperti perkataan Sayyidina Ali bin Abi Thalib:

“Apabila sesuatu yang kau senangi tidak terjadi, maka senangilah apa yang terjadi”

Selalu lakukan yang terbaik dan bersiap untuk yang terburuk.


Penulis: Taufiqqurohman